Aku bertemu kembali pada peraduan senja.
Ia menyapaku dengan semburat jingganya.
Lebih kusambut ketika ia mulai mengabur berganti menjadi pekat malam.
Tempat nyamanku, ketika aku perlu untuk sekedar menjadi soliter.
Siapa yang berani persalahkan kesendirian?
Memberikan ruang hanya untuk aku yang biasa.
Beberapa saat.
Tanpa yang lain.
Hingga saatnya bertandang,
hanya biarkan aku melantunkan senandung
di bawah temaram purnama.
Satu terpapar.